Sabtu, 18 April 2020

Mitos Asal-usul Buah Kelapa dalam Masyarakat Jawa

Wawan Setiawan Tirta
- Mitos asal-usul merupakan mitos yang muncul untuk menjelaskan asal-usul sebuah benda atau kejadian. Mitos ini merupakan cerita yang berkembang dalam masyarakat. Terlepas dari benar tidaknya, mitos asal-usul telah menjadi kepercayaan dalam masyarakat. Mitos asal-usul buah kelapa yang berkembang dalam masyarakat Jawa menjadi salah satu contohnya.

Asal-usul Kelapa

Pada zaman dahulu ada sebuah keluarga petani kecil di sebuah dusun
. Keluarga tersebut hidup sederhana dan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan menjadi petani. Setiap hari, suami istri dalam keluarga tersebut menggarap ladang untuk menghidupi kebutuhan mereka dan anak-anaknya. Keluarga ini sangat rajin dan giat bekerja, namun hidupnya masih sangat kekurangan. Tidak sepenuhnya tercukupi dari kehidupan bertani dan berladang.

Hingga pada suatu hari, Pak Tani sakit parah, karena tidak memiliki biaya untuk membeli ramuan apalagi membawanya ke tabib. Oleh karena sakit parah yang tidak tertangani, kondisi Pak Tani semakin hari semakin kritis saja. Dalam kondisi kritis tersebut, Pak Tani berwasiat kepada Bu Tani dan anak-anaknya.

“Jika aku meninggal, kuburkanlah aku di belakang gubuk kita. Jika ada sesuatu yang tumbuh dari kuburanku, maka tumbuhan itulah yang kelak bisa mencukupi kebutuhanmu dan anak-anak,” Pak Tani berpesan kepada Bu Tani.

Setelah mengucapkan wasiat tersebut, akhirnya Pak Tani meninggal dunia. Sesuai dengan harapannya, Bu Tani menguburkannya di belakang gubuk mereka.

Sekian hari setelah kematian Pak Tani, dari dalam makam tumbuhlah sebuah tumbuhan. Awalnya hanya kuncup. Lambat laun tumbuhan terus berkembang, berdaun, berpohon besar tanpa cabang. Setelah berbunga dan berbuah lebat Bu Tani dan anak-anaknya memanfaatkannya untuk mencukupi kebutuhan.

Seluruh bagian dari tumbuhan yang semakin besar tersebut dapat dimanfaatkan oleh keluarga Bu Tani. Lidinya untuk sapu. Daunnya dianyam sebagai atap rumah. Buahnya yang masih muda dimakan dan terasa sangat segar, yang masih masih kecil dimanfaatkan sebagai bumbu masak. Sabut buaya dapat dijadikan tali dan keset. Batok kelapa yang keras dapat digunakan untuk gayung dan sendok sayur. Setelah berkembang banyak, pohonnya ditebang sebagai bahan membuat rumah. Seluruh bagian dari pohon yang tumbuh dari makam Pak Tani ini dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan manusia.


Keluarga Bu Tani dan anak-anaknya sangat senang. Tetapi mereka kebingungan ketika hendak memberi nama pohon tersebut. Lalu Bu Tani ingat, dahulu hidupnya dan suaminya sangat menderita dan kesusahan. Tidak pernah merasakan kebahagiaan. Dalam bahasa Jawa menderita disebut ‘kelapa’ atau dalam bahasa populernya ‘lara-lapa’. Utuk mengingat penderitaan dirinya dan suaminya dulu, maka Bu Tani menyebut buah itu dengan sebutan kelapa (Baca: kelopo). Artinya: tanaman yang tumbuh dari penderitaan Sejak saat itulah pohon tersebut disebut kelapa dan hingga kini masih banyak ditanam di bagian belakang rumah. (Dituturkan oleh Siti Boniyem, Blitar - Jawa Timur. Sumber: Mitos  dalam Tradisi Lisan Indonesia Karya Dr. Sukatman)